Selasa, 27 Juni 2017

Ramadhan, I Cannot Wait For The Upcoming You


Bulan Ramadhan telah tiba, tahun ini aku terpilih menjadi bendahara panitia ramadhan musholla lingkungan rumahku. Sekaligus ini adalah tahun pertama ku berkecimpung di dunia lama yang baru ku singgahi. Pertama kalinya aku mengenal dengan jelas kepribadian-kepribadian yang harusnya sudah ku khatam kan diluar kepala namun karna satu dan lain hal baru kini ku merasakan.

Rapat demi rapat pun mulai ku jalani untuk membahas berbagai kegiatan di bulan yang penuh kemuliaan ini. Namun ku temui banyak hal yang tak sesuai dengan cara ku saat beberapa tahun lalu getol menempati beberapa posisi  dalam beberapa komunitas yang aku dan teman-teman bangun 6 tahun lalu. Banyak hal yang tak ku pahami dan membuatku bingung pada langkah-langkah awal. 


Kemudian kata ‘mungkin’ menolongku menunjang penyebab timbulnya permasalahan yang membuatku stress saat itu.
  • Mungkin kami belum kompak
  • Mungkin karna organisasi ini masih terikat kuat dengan gaya kepengurusan orang tua
  • Mungkin karna kami berbeda latar pendidikan
  • Mungkin orang-orang non panitia terlalu ikut campur dengan aktifitas ini serasa ada harta karun yang jika mereka tidak kejar maka mereka tidak akan memperolehnya
  • Mungkin karna kepanitiaan yang lama terlalu tertutup dengan perkembangan ilmu sehingga peran-peran masing-masing posisi tidak maksimal kemudian terlihat tidak professional atau terlalu mengalir lalu tidak ada pencarian kebenaran dan masih banyak mungkin-mungkin yang lain

Pusing tetap pusing tapi setidaknya aku  punya seorang ayah yang lebih dulu mengecap asam manis lingkungan ini. Aku sebenarnya tidak ingin menceritakan permasalahan-permasalahan ini pada beliau karna ku ingin dia dapat menilaiku sudah elok berperan dalam suatu kepanitiaan. Tapi aku tak dapat menahan ke-absurd-an ini hingga akhirnya ku tuangkan semua beban dikepalaku padanya. Terutama perihal personalitas individu disini. Kemudian beliau semacam mangakui bahwa karakter masyarakat disini memang seperti itu. Tepat seperti apa yang ku simpulkan lewat kata ‘mungkin’ ku diatas.  Aku menarik kesimpulan bahwa mereka masih sedikit minim nilai kebenaran.

Mendengar berbagai kisah-kisah beliau yang terlihat memproteksi supaya aku tidak terjebak dan tidak terlalu memikirkan hal-hal ini maka ku putuskan untuk menerapkan prinsip ‘mengikuti kemana air membawa sehelai daun’ guna agar aku tidak pusing-pusing memikirkan individu disana. namun aku daun yang memilik sisi dan permukaan yang tidak halus jadi aku tak membiarkan diriku mengalir begitu saja. Terkadang hidup memang sulit diperjuangkan.. hanya bisa di pasrahkan.

Hari demi hari berlalu hingga tiba di kegiatan puncak yang sangat menjadi pusat perhatian masyarakat luas. Yaitu buka puasa bersama. Buka puasa kali ini berbeda dengan buka pada setiap harinya. Jika biasanya kami hanya menyediakan 4 nampan dengan lauk pauk beserta beberapa teh hangat. Yang satu ini membutuhkan effort yang lebih besar. Ya kami menyediakan 80 nampan nasi untuk perkiraan 500 orang. Termasuk para kiyai dan ustadz yang jumlahnya puluhan orang.

Sebenarnya membuat hal semacam ini tidaklah sulit, prinsipnya ‘tamu datang dan kami suguhkan jamuan’ sangat sederhana menurutku asal masalah dana sudah terjawab namun permasalahannya adalah komunikasi kami berjalan tidak mulus. Jadi banyak keputusan yang dibuat on the spot. Sejujurnya aku sedikit kaku dengan cara yang seperti ini. Tapi apa boleh buat, aku pendatang baru disini. Jadi sudah sepatutnya aku sedikit mengalah dengan cara-cara yang sudah ada.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 tepat 13 Ramadhan 1438 H. Warga mulai berdatangan dan menempati lapak yang masih kosong disusul dengan para kiyai dan ustadz yang datang silih berganti. Panitia mulai bekerja sesuai job desc nya masing-masing dibantu dengan para orang tua yang sudah berpengalaman menangani acara ini bertahun-tahun. Kemudian adzan berkumandang warga mulai menyantap hidangan yang telah kami sajikan. Setengah jam kemudian warga mulai pergi meninggalkan tempat mereka berbuka. Dan acara berbuka telah usai, panitia mulai melakukan operasi semut untuk persiapan shalat isya dan tarawih.

Satu persoalan telah selesai dan kami seharusnya bersiap untuk persoalan yang lain yaitu mengadakan perlombaan namun ada hal yang hingga Idul Fitri minus 7 hari belum menemukan tehnik dan konsep perlombaan, bahkan jenis lombanya pun belum ditentukan. Aku kembali gelisah.. biarpun aku bukan ketua yang membawa seluruh kegiatan 1 bulan ini tapi aku terbiasa dengan prinsip berorganisasi ‘jika sudah dijadwalkan maka harus dikerjakan’ ramai/sepi, besar/kecil, sukses/tidak urusan belakangan yang penting ‘jadi’. terlebih kami telah menghadirkan baliho besar yang menunjukkan bahwa kami akan mengadakan serentetan kegiatan termasuk lomba ramadhan, terlebih lagi kami telah berjanji kepada donatur saat mempresentasikan proposal ramadhan tahun ini. Dan beberapa donatur mengamanatkan dana khusus untuk perlombaan. Beberapa kali ku ingatkan kepada ketua kami untuk segera mengambil sikap namun aku tidak mendapatkan hasil.

Hingga tepat H - Seminggu lebaran ayah ku menanyakan tentang ini. Ku jawab dengan kesan yang agak hopeless. Beliau hanya bisa  diam. Rasanya tidak ada gunanya aku berkata panjang lebar jika ketua kami tidak melakukan sesuatu. Aku sudah cukup pasrah dan belajar respect kepada diri ku sendiri yang sudah maksimal berjuang untuk kejayaan ramadhan tahun ini. Tapi tak disangka ternyata perlombaan tetap dilangsungkan dengan persiapan hanya 3 hari yaitu lomba hafal qur’an pria & wanita serta adzan. Orang-orang yang ku kira acuh dengan kegiatan ini tiba-tiba menjalankan peran-peran yang tidak diamanatkan sebelumnya. Aku tidak tahu banyak apa yang mereka kerjakan karena kebetulan aku belum mendapat waktu libur. Yang aku tahu semuanya sudah beres.  Aku kembali bergairah beraktifitas di Musholla dekat rumahku. 



Dari beberapa perhelatan ini aku banyak mengambil pelajaran bahwa sudah seharusnya kita menyesuaikan diri dengan lingkungan bukan sebaliknya. Diatas lapisan suksesnya acara terdapat lapisan lain yang lebih mulia yaitu silaturrahmi harus tetap berjalan. So jangan karena berbeda pendapat dan merasa paling benar membuat semuanya menjadi rusak. Ramadhan tahun ini memberi banyak pelajaran sekaligus menguatkan silaturrahmi ku dengan lingkungan. Aku yang sebelumnya bertemu warga sekitar hanya sanggup melempar senyum sekarang mampu mengumpan canda, aku yang setelah mulai bekerja terbalut dengan kepusingan pekerja kota kembali mengenang keseharian ku dulu, aku yang dahulu enggan sekali ikut buka bersama dengan tetangga-tetangga ku sekarang sangat hobby makan 1 nampan dengan mereka. Ini juga merupakan doa-doa ku yang meminta untuk tidak membuat diriku buta dengan hiruk pikuk gemerlap dunia. Aku ingin hadir ku punya fungsi di masyarakat. Karena sesungguhnya manusia yang paling berguna adalah yang bermanfaat buat orang lain. Seringkali kita tidak senang menghadapi suatu persoalan padahal Allah sedang menjawab do’a kita. Thankyou Ramadhan, you gave me much lessons. I can’t wait for the upcoming you