Bulan Ramadhan telah tiba, tahun ini aku terpilih menjadi bendahara panitia
ramadhan musholla lingkungan rumahku. Sekaligus ini adalah tahun pertama ku
berkecimpung di dunia lama yang baru ku singgahi. Pertama kalinya aku mengenal
dengan jelas kepribadian-kepribadian yang harusnya sudah ku khatam kan diluar
kepala namun karna satu dan lain hal baru kini ku merasakan.
Rapat demi rapat pun mulai ku jalani untuk membahas berbagai kegiatan di
bulan yang penuh kemuliaan ini. Namun ku temui banyak hal yang tak sesuai dengan
cara ku saat beberapa tahun lalu getol menempati beberapa posisi dalam beberapa komunitas yang aku dan
teman-teman bangun 6 tahun lalu. Banyak hal yang tak ku pahami dan membuatku bingung
pada langkah-langkah awal.
Kemudian kata ‘mungkin’ menolongku menunjang penyebab timbulnya
permasalahan yang membuatku stress saat itu.
- Mungkin kami belum kompak
- Mungkin karna organisasi ini masih terikat kuat dengan gaya kepengurusan orang tua
- Mungkin karna kami berbeda latar pendidikan
- Mungkin orang-orang non panitia terlalu ikut campur dengan aktifitas ini serasa ada harta karun yang jika mereka tidak kejar maka mereka tidak akan memperolehnya
- Mungkin karna kepanitiaan yang lama terlalu tertutup dengan perkembangan ilmu sehingga peran-peran masing-masing posisi tidak maksimal kemudian terlihat tidak professional atau terlalu mengalir lalu tidak ada pencarian kebenaran dan masih banyak mungkin-mungkin yang lain
Pusing tetap pusing tapi
setidaknya aku punya seorang ayah yang
lebih dulu mengecap asam manis lingkungan ini. Aku sebenarnya tidak ingin
menceritakan permasalahan-permasalahan ini pada beliau karna ku ingin dia dapat
menilaiku sudah elok berperan dalam suatu kepanitiaan. Tapi aku tak dapat
menahan ke-absurd-an ini hingga akhirnya ku tuangkan semua beban dikepalaku
padanya. Terutama perihal personalitas individu disini. Kemudian beliau semacam
mangakui bahwa karakter masyarakat disini memang seperti itu. Tepat seperti apa
yang ku simpulkan lewat kata ‘mungkin’ ku diatas. Aku menarik kesimpulan bahwa mereka masih sedikit
minim nilai kebenaran.
Mendengar berbagai
kisah-kisah beliau yang terlihat memproteksi supaya aku tidak terjebak dan
tidak terlalu memikirkan hal-hal ini maka ku putuskan untuk menerapkan prinsip
‘mengikuti kemana air membawa sehelai daun’ guna agar aku tidak pusing-pusing
memikirkan individu disana. namun aku daun yang memilik sisi dan permukaan yang
tidak halus jadi aku tak membiarkan diriku mengalir begitu saja. Terkadang
hidup memang sulit diperjuangkan.. hanya bisa di pasrahkan.
Hari demi hari berlalu
hingga tiba di kegiatan puncak yang sangat menjadi pusat perhatian masyarakat
luas. Yaitu buka puasa bersama. Buka puasa kali ini berbeda dengan buka pada
setiap harinya. Jika biasanya kami hanya menyediakan 4 nampan dengan lauk pauk
beserta beberapa teh hangat. Yang satu ini membutuhkan effort yang lebih besar.
Ya kami menyediakan 80 nampan nasi untuk perkiraan 500 orang. Termasuk para
kiyai dan ustadz yang jumlahnya puluhan orang.
Sebenarnya membuat hal
semacam ini tidaklah sulit, prinsipnya ‘tamu datang dan kami suguhkan jamuan’
sangat sederhana menurutku asal masalah dana sudah terjawab namun
permasalahannya adalah komunikasi kami berjalan tidak mulus. Jadi banyak
keputusan yang dibuat on the spot. Sejujurnya aku sedikit kaku dengan cara yang
seperti ini. Tapi apa boleh buat, aku pendatang baru disini. Jadi sudah
sepatutnya aku sedikit mengalah dengan cara-cara yang sudah ada.
Waktu sudah menunjukkan
pukul 17.00 tepat 13 Ramadhan 1438 H. Warga mulai berdatangan dan menempati lapak
yang masih kosong disusul dengan para kiyai dan ustadz yang datang silih
berganti. Panitia mulai bekerja sesuai job desc nya masing-masing
dibantu dengan para orang tua yang sudah berpengalaman menangani acara ini
bertahun-tahun. Kemudian adzan berkumandang warga mulai menyantap hidangan yang
telah kami sajikan. Setengah jam kemudian warga mulai pergi meninggalkan tempat
mereka berbuka. Dan acara berbuka telah usai, panitia mulai melakukan operasi
semut untuk persiapan shalat isya dan tarawih.
Satu persoalan telah
selesai dan kami seharusnya bersiap untuk persoalan yang lain yaitu mengadakan
perlombaan namun ada hal yang hingga Idul Fitri minus 7 hari belum menemukan
tehnik dan konsep perlombaan, bahkan jenis lombanya pun belum ditentukan. Aku
kembali gelisah.. biarpun aku bukan ketua yang membawa seluruh kegiatan 1 bulan
ini tapi aku terbiasa dengan prinsip berorganisasi ‘jika sudah dijadwalkan maka
harus dikerjakan’ ramai/sepi, besar/kecil, sukses/tidak urusan belakangan yang
penting ‘jadi’. terlebih kami telah menghadirkan baliho besar yang menunjukkan
bahwa kami akan mengadakan serentetan kegiatan termasuk lomba ramadhan,
terlebih lagi kami telah berjanji kepada donatur saat mempresentasikan proposal
ramadhan tahun ini. Dan beberapa donatur mengamanatkan dana khusus untuk
perlombaan. Beberapa kali ku ingatkan kepada ketua kami untuk segera mengambil
sikap namun aku tidak mendapatkan hasil.
Hingga tepat H -
Seminggu lebaran ayah ku menanyakan tentang ini. Ku jawab dengan kesan yang
agak hopeless. Beliau hanya bisa diam. Rasanya
tidak ada gunanya aku berkata panjang lebar jika ketua kami tidak melakukan
sesuatu. Aku sudah cukup pasrah dan belajar respect kepada diri ku
sendiri yang sudah maksimal berjuang untuk kejayaan ramadhan tahun ini. Tapi
tak disangka ternyata perlombaan tetap dilangsungkan dengan persiapan hanya 3
hari yaitu lomba hafal qur’an pria & wanita serta adzan. Orang-orang yang
ku kira acuh dengan kegiatan ini tiba-tiba menjalankan peran-peran yang tidak
diamanatkan sebelumnya. Aku tidak tahu banyak apa yang mereka kerjakan karena
kebetulan aku belum mendapat waktu libur. Yang aku tahu semuanya sudah beres. Aku kembali bergairah beraktifitas di Musholla
dekat rumahku.
Dari beberapa perhelatan ini
aku banyak mengambil pelajaran bahwa sudah seharusnya kita menyesuaikan
diri dengan lingkungan bukan sebaliknya. Diatas lapisan suksesnya acara
terdapat lapisan lain yang lebih mulia yaitu silaturrahmi harus tetap berjalan.
So jangan karena berbeda pendapat dan merasa paling benar membuat semuanya
menjadi rusak. Ramadhan tahun ini memberi banyak pelajaran sekaligus menguatkan
silaturrahmi ku dengan lingkungan. Aku yang sebelumnya bertemu warga sekitar
hanya sanggup melempar senyum sekarang mampu mengumpan canda, aku yang setelah mulai
bekerja terbalut dengan kepusingan pekerja kota kembali mengenang keseharian ku
dulu, aku yang dahulu enggan sekali
ikut buka bersama dengan tetangga-tetangga ku sekarang sangat hobby makan 1
nampan dengan mereka. Ini juga merupakan doa-doa ku yang meminta untuk tidak
membuat diriku buta dengan hiruk pikuk gemerlap dunia. Aku ingin hadir ku punya
fungsi di masyarakat. Karena sesungguhnya manusia yang paling berguna adalah
yang bermanfaat buat orang lain. Seringkali kita tidak senang menghadapi suatu
persoalan padahal Allah sedang menjawab do’a kita. Thankyou Ramadhan, you gave
me much lessons. I can’t wait for the upcoming you
keren ka perjalananan ceritanya
BalasHapusagen viagra
pil biru
obat hammer