Selasa, 09 Juni 2015

Kiblat Baru Masyarakat Menengah Kebawah, Mungkinkah

Artikel dibawah ini adalah artikel yang saya perlombakan yang diadakan oleh Total mengenai migas. Sebenarnya saya agak luka membuka lagi artikel ini sebab saya tidak berhasil menjadi setidaknya 50 nominee. Tapi yasudah saya anggap ini sebuah pembelajaran. Tidak saat ini, mungkin beberapa artikel lagi atau beberapa tahun lagi saya akan menghasilkan sebuah artikel yang mengagumkan.

Artikel ini sengaja saya post di blog saya supaya mungkin beberapa kalian bersedia membaca tulisan yang agak ngebosenin ini hehe sekaligus bersedia memberikan saran buat saya. Saya mengikuti writing contest kali ini atas informasi dari tante saya yang sempat tau kalo saya pernah lolos training dari ICOMP dengan syarat menulis juga. Jadi dia menyarankan saya buat ikut lomba ini. “siapa tau menang” kata dia. hehehehe

Globalisasi merupakan sebuah kondisi dimana terjadinya peningkatan kualitas hidup antar bangsa diseluruh dunia dengan memanfaatkan kemajuan dan teknologi dalam mewujudkan tatanan baru yang memaksa seseorang untuk aktif, kreatif dan inovatif. Namun tak sedikit yang memandang globalisasi sebagai suatu proses yang membawa seluruh bangsa kepada peningkatan konsumsi produk. Pada bidang ekologi, Konsumsi yang tak diimbangi dapat memberikan beban yang besar buat lingkungan hidup. Hal ini berdampak besar pada kerusakan ekosistem akibat kebutuhan manusia yang tidak terbatas.

Sebagai proses untuk mewujudkan pembangunan, globalisasi akan memberikan corak dan dampak yang luas terhadap lingkungan hidup. Masalah lingkungan yang semakin global menjadi alasan yang mutakhir atas anjlok nya kualitas dan kuantitas sumber daya alam. Bagi saya globalisasi tidak dapat dikatakan berhasil jikalau hanya bisa memberikan kesejahteraan ekonomi yang tak pernah di syukuri oleh umat manusia tanpa berfikir untuk rekonstruksi lingkungan.

Krisis energi menjadi salah satu permasalahan dunia yang masih mendominasi kebutuhan pembangunan yang semakin tajam. Isi perut bumi yakni bahan bakar fosil menjadi korban utama atas kesalahan mendasar keegoisan umat manusia. Pemanfaatan dan penggunaan energi berbahan bakar fosil tiada batas menjadi aktivitas rutin umat manusia yang melemahkan jumlah produksi energi.

Tak pernahkah anda mengantri beberapa liter minyak untuk keperluan dapur anda selama beberapa jam. Tepat giliran anda minyak ludes habis? Jika anda pernah merasakannya berarti anda tepat berada di Indonesia. Kondisi sumber daya minyak di indonesia sudah sangat memprihatinkan. Berbanding terbalik saat masa kejayaan pada tahun 1970 hingga 1995 dimana produktivitas minyak kala itu tergolong stabil cenderung meningkat.

Minyak masih menjadi salah satu jenis bahan bakar yang sangat dibutuhkan tiap masyarakat khususnya di sejumlah daerah di indonesia. Maklum bahan bakar yang biaya produksinya setara dengan avtur ini sejak lama dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat menengah ke bawah. Alhasil kelangkaan pun terjadi. Hadirnya kelangkaan tersebut disebabkan masyarakat masih menggunakan kompor untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk untuk memasak ataupun menyalakan mesin untuk keperluan industri. Hal ini menjadi sangat ironi pasalnya indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam namun seperti negara yang miskin sumber daya alam. Sangat berbeda dengan negara tetangga Singapura yang dapat dikatakan tidak memiliki Sumber daya alam sama sekali tapi pendapatan per kapita berkali-kali lipat dari pendapatan Indonesia.

Konsumsi minyak yang melebihi kapasitas produksi memaksa pemerintah untuk melahirkan upaya-upaya yang dapat meningkatkan produksi dan menahan penggunaan minyak yang berlebihan di bumi pertiwi indonesia termasuk mengawasi penjualan minyak yang manfaatnya masih sulit dirasakan, alhasil agen-agen asing dapat melakukan perdagangan bebas dengan harga rendah kemudian menimbun lalu menjualnya di daerah dimana mereka dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.

Untuk mengatasi kelangkaan minyak bumi di Indonesia pemerintah telah merancang strategi termasuk dengan mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak ke bahan bakar gas. Menurut pandangan beberapa orang pengalihan penggunaan bahan bakar minyak ke bahan bakar gas adalah ide yang cukup mapan. Pemerintah kita sudah cukup pandai menganalisa hal yang harus dipertahankan dengan hal yang dapat dimanfaatkan. Secara, volume persediaan minyak bumi di perut bumi sudah semakin menipis dan gas memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan karena lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun kondisi seperti ini harus diperhatikan lagi. Pasalnya banyak kasus yang dialami warga atas kebijakan pemerintah ini. Sebagai contoh banyak warga yang merasa khawatir dengam pemberitaan gas elpiji 3kg yang bocor sehingga membuat warga kembali menggunakan kompor minyak tanah. Belum lagi masalah pembentukan kepribadian yang sudah tergantung dengan pola hidup lama mereka. Pemerintah harus siap mengurai masalah-masalah didepan termasuk menambah pasokan gas dengan cepat agar kepercayaan warga kepada pemerintah tidak sirna. Tapi menurut saya, kelangkaan bahan bakar gas akan segera dialami oleh masyarakat indonesia cepat atau lambat. Sama halnya saat kita kehabisan bahan bakar minyak. Hal ini sangatlah alami. Melakukan eksploitasi tanpa niatan untuk memperbarui Bagaikan api makan ilalang kering, tiada dapat dipadamkan lagi.


0 komentar:

Posting Komentar