Artikel dibawah ini adalah artikel yang saya
perlombakan yang diadakan oleh Total mengenai migas. Sebenarnya saya agak luka
membuka lagi artikel ini sebab saya tidak berhasil menjadi setidaknya 50 nominee.
Tapi yasudah saya anggap ini sebuah pembelajaran. Tidak saat ini, mungkin
beberapa artikel lagi atau beberapa tahun lagi saya akan menghasilkan sebuah
artikel yang mengagumkan.
Artikel ini sengaja saya post di blog saya
supaya mungkin beberapa kalian bersedia membaca tulisan yang agak ngebosenin ini
hehe sekaligus bersedia memberikan saran buat saya. Saya mengikuti writing
contest kali ini atas informasi dari tante saya yang sempat tau kalo saya
pernah lolos training dari ICOMP dengan syarat menulis juga. Jadi dia
menyarankan saya buat ikut lomba ini. “siapa tau menang” kata dia. hehehehe
Globalisasi merupakan sebuah kondisi dimana
terjadinya peningkatan kualitas hidup antar bangsa diseluruh dunia dengan
memanfaatkan kemajuan dan teknologi dalam mewujudkan tatanan baru yang memaksa
seseorang untuk aktif, kreatif dan inovatif. Namun tak sedikit yang memandang
globalisasi sebagai suatu proses yang membawa seluruh bangsa kepada peningkatan
konsumsi produk. Pada bidang ekologi, Konsumsi yang tak diimbangi dapat
memberikan beban yang besar buat lingkungan hidup. Hal ini berdampak besar pada
kerusakan ekosistem akibat kebutuhan manusia yang tidak terbatas.
Sebagai proses untuk mewujudkan pembangunan,
globalisasi akan memberikan corak dan dampak yang luas terhadap lingkungan
hidup. Masalah lingkungan yang semakin global menjadi alasan yang mutakhir atas
anjlok nya kualitas dan kuantitas sumber daya alam. Bagi saya globalisasi tidak
dapat dikatakan berhasil jikalau hanya bisa memberikan kesejahteraan ekonomi
yang tak pernah di syukuri oleh umat manusia tanpa berfikir untuk rekonstruksi
lingkungan.
Krisis energi menjadi salah satu permasalahan
dunia yang masih mendominasi kebutuhan pembangunan yang semakin tajam. Isi
perut bumi yakni bahan bakar fosil menjadi korban utama atas kesalahan mendasar
keegoisan umat manusia. Pemanfaatan dan penggunaan energi berbahan bakar fosil tiada
batas menjadi aktivitas rutin umat manusia yang melemahkan jumlah produksi
energi.
Tak pernahkah anda mengantri beberapa liter minyak
untuk keperluan dapur anda selama beberapa jam. Tepat giliran anda minyak ludes
habis? Jika anda pernah merasakannya berarti anda tepat berada di Indonesia. Kondisi
sumber daya minyak di indonesia sudah sangat memprihatinkan. Berbanding
terbalik saat masa kejayaan pada tahun 1970 hingga 1995 dimana produktivitas
minyak kala itu tergolong stabil cenderung meningkat.
Minyak masih menjadi salah satu jenis bahan
bakar yang sangat dibutuhkan tiap masyarakat khususnya di sejumlah daerah di
indonesia. Maklum bahan bakar yang biaya produksinya setara dengan avtur ini
sejak lama dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat menengah ke bawah. Alhasil
kelangkaan pun terjadi. Hadirnya kelangkaan tersebut disebabkan masyarakat
masih menggunakan kompor untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk untuk
memasak ataupun menyalakan mesin untuk keperluan industri. Hal ini menjadi
sangat ironi pasalnya indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya
alam namun seperti negara yang miskin sumber daya alam. Sangat berbeda dengan
negara tetangga Singapura yang dapat dikatakan tidak memiliki Sumber daya alam
sama sekali tapi pendapatan per kapita berkali-kali lipat dari pendapatan
Indonesia.
Konsumsi minyak yang melebihi kapasitas
produksi memaksa pemerintah untuk melahirkan upaya-upaya yang dapat
meningkatkan produksi dan menahan penggunaan minyak yang berlebihan di bumi
pertiwi indonesia termasuk mengawasi penjualan minyak yang manfaatnya masih
sulit dirasakan, alhasil agen-agen asing dapat melakukan perdagangan bebas
dengan harga rendah kemudian menimbun lalu menjualnya di daerah dimana mereka
dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi kelangkaan minyak bumi di
Indonesia pemerintah telah merancang strategi termasuk dengan mengkonversi
penggunaan bahan bakar minyak ke bahan bakar gas. Menurut pandangan beberapa
orang pengalihan penggunaan bahan bakar minyak ke bahan bakar gas adalah ide
yang cukup mapan. Pemerintah kita sudah cukup pandai menganalisa hal yang harus
dipertahankan dengan hal yang dapat dimanfaatkan. Secara, volume persediaan
minyak bumi di perut bumi sudah semakin menipis dan gas memiliki potensi yang
besar untuk dimanfaatkan karena lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun kondisi
seperti ini harus diperhatikan lagi. Pasalnya banyak kasus yang dialami warga
atas kebijakan pemerintah ini. Sebagai contoh banyak warga yang merasa khawatir
dengam pemberitaan gas elpiji 3kg yang bocor sehingga membuat warga kembali
menggunakan kompor minyak tanah. Belum lagi masalah pembentukan kepribadian
yang sudah tergantung dengan pola hidup lama mereka. Pemerintah harus siap
mengurai masalah-masalah didepan termasuk menambah pasokan gas dengan cepat
agar kepercayaan warga kepada pemerintah tidak sirna. Tapi menurut saya,
kelangkaan bahan bakar gas akan segera dialami oleh masyarakat indonesia cepat
atau lambat. Sama halnya saat kita kehabisan bahan bakar minyak. Hal ini
sangatlah alami. Melakukan eksploitasi tanpa niatan untuk memperbarui Bagaikan api makan ilalang kering, tiada dapat
dipadamkan lagi.
0 komentar:
Posting Komentar