Jumat, 29 Juni 2018

Jobless syndrome - I did my best


Semua hal  yang meliput diri kita adalah karunia  tuhan yang patut diterima dan disyukuri. Begitulah cara aku menghindari kufur atas nikmat tuhan. Sejak awal april 2018 aku telah memulai hidup yang baru.  Mengambil keputusan yang butuh pertimbangan  besar juga mengorbankan beberapa kepentingan. Aku kira ini akan berjalan sangat mulus ternyata tidak. Untungnya aku tidak serta merta berfikir semuanya akan baik-baik saja. Aku menyisipkan ‘hidupku akan sulit’ di deretan pertimbanganku dan ini cukup berperan menebal mentalku.

Aku keluar dari comfort zone, memasuki zone yang baru, yang sangat membutuhkan adaptasi. Hari-hari berjalan begitu saja. Tidak berhak diungkap melelahkan atau membahagiakan. Bahkan garis deretan semut di tembok lebih indah dibanding hari-hari ku. Waktu ku setiap hari nya lebih banyak ku porsikan untuk mengurus keponakan ku yang baru berusia 2 tahun. Aku mampu merasakan bagaimana nyamannya anak balita, seringkali aku diandalkan untuk menyuapi keponakanku saat sulit makan, tidak mau mandi, atau sedang menguring.

Namun ada kalanya hari-hari terasa begitu sulit. Tidak ada dering sms banking setiap tangal 25 seperti sebelumnya. Hanya ada sms promo dari berbagai produk dan notifikasi kuota internet ku yang habis lebih cepat dari biasanya apalagi jika ada undangan pernikahan, limit pengeluaranku bisa lebih besar dari yang aku targetkan. Tidak banyak yang bisa diusahakan setidaknya aku mampu fokus dan bertahan. Menjadi pengangguran tidak  semudah yang dibayangkan saat dulu bosan bekerja. Jobless syndrome, ya ini adalah kelainan yang aku alami selama 3 bulan terakhir. Syndrome yang dulu aku khawatirkan terjadi kepada ayahku sebelum beliau pensiun dari pekerjaannya. Nyatanya terjadi mutlak padaku. Gejala ini membuat diriku sangat sensitif. Mungkin seperti ini rasanya menjadi wanita datang bulan atau seseorang yang belum menikah hingga usianya mencapai setengah abad. 

Secara emosional aku mudah terusik terhadap hal-hal yang sebelumnya sangat mudah aku abaikan. Terkadang aku marah hanya karna ibu ku bersaran atas sesuatu, marah ketika aku sadar pasta gigi ku tidak berada pada posisi biasanya aku berfikir bahwa ada yang menggunakan pasta gigiku, merasa payah ketika adik ku memberikan angpao lebaran ke sanak saudara dihadapanku, merasa payah ketika kakak ku baru saja membeli Iphone baru seharga belasan juta dan banyak lagi gejala-gejala lainnya. Aku menjadi sangat pelit namun untungnya aku sadar bahwa ini adalah sebuah gejala pengangguran. aku selektif menghitung uang yang keluar dari kantongku bahkan sekecil Rp.2000. mungkin untuk sebagian orang ini aneh namun beginilah cara aku bertahan hidup.  Aku tidak ingin membebani orang tua ku untuk meminta uang saku lagi jikalau tabunganku habis. Aku maupun orang lain dapat menilai bahwa aku orang yang penyabar atas setiap problem yang mudah membuat stress orang lain. Sehingga aku sering dijadikan penengah oleh teman-temanku. Tapi dalam fase ini aku banyak gagal. Aku tidak berhasil sabar, aku mudah marah dan kecewa.

Aku bersyukur tuhan memberikanku lagi suatu fase dimana aku bisa merasakan menjadi orang lain. Sebuah anugerah yang belum tentu diberikan kepada orang lain. Yang aku pahami adalah menjadi siapapun tidak pernah mudah. Aku mengilhami diriku untuk jangan pernah meremehkan kehidupan orang lain. Mereka bersusah payah untuk bertahan hidup.  Aku sangat beruntung.

Aku tergolong pria yang punya cita-cita yang besar. orang tua ku sering bilang aku banyak mau nya. Bekerja di luar negeri, memiliki tubuh yang ideal, menjadi entrepreneur, memiliki keluarga yang bahagia dan berpendidikan tinggi adalah sederet cita-cita ku, sehingga banyak aturan yang aku bangun untuk diriku sendiri hingga saat nya tiba aku sudah siap dengan segala kebiasaannya.

Aku belajar membiasakan diriku dengan rutinitas yang positif karna aku percaya orang yang berhasil memiliki kebiasaan yang positif setiap harinya. Membaca buku, olahraga, praktik bahasa asing, beribadah, pola makan sehat adalah metode yang aku bangun untuk mencapai semuanya, namun dalam fase ini rutinitas itu sering rontok. Kadang aku depresi  “apa yang aku cari dalam hidup ini? Apa yang sudah aku lakukan hingga berani mengorbankan segalanya? Umurku makin bertambah. Aku gila, bodoh, ketinggalan dengan yang lain” tanyaku dalam hati. Aku coba bertoleransi dengan diri ku sendiri bahwa untuk mencapai tujuan tidak pernah langsung berhasil, trial and error selalu terlibat.

Aku tahu untuk mencapai kesuksesan memang tidak mudah, nyatanya sebuah kata tidak seberat saat mengalami. Aku benar-benar merasa down. Besar keinginanku untuk kembali seperti orang lain. Bekerja, menjalani hidup apa adanya, linier tanpa masalah tidak cemas berapapun rupiah yang keluar karena tanggal 25 selalu bertemu. Namun nalar ku tidak henti berbisik “jangan bersikap bodoh, hidup tidak ada yang mudah, apalagi kamu ingin menjadi sesuatu yang kamu impikan bertahun-tahun sejak kamu kecil, jangan membohongi hatimu, tetap fokus, tenang, jika lelah ambil porsi untuk istirahat” hingga akhirnya otak dan hatiku bersinkronasi membuahkan kalimat sederhana yang penuh makna “i did my best” begitulah sabda ringan yang keluar secara alami. Kapanpun aku depresi kalimat itu seakan menghapus hutang-hutangku membenamkan segala ‘keharusan’. Aku menjadi pribadi yang lebih ikhlas dan mudah bangkit.

Senin, 21 Mei 2018

Kenapa orang mau dan berani banget bunuh diri?


Negeri kita kembali dijadikin arena berulah penjahat2 kelas kakap. Road to Blessed Ramadhan banyak banget kejadian2 yang bikin iba, miris. Awalnya berita kerusuhan di Mako Brimob yang  menewaskan 5 orang polisi lalu peledakkan bom di 3 gereja di Surabaya disusul ledakan di Rusun di daerah Sidoarjo, yang terakhir peledakkan bom di Polrestabes Surabaya.

Well, tindakan ekstrim kaya diatas nggak lain pasti ngerugiin banyak orang. Entah keluarga korban sendiri atau warga sekitar tempat kejadian. Gue ga begitu paham suara hati seperti apa yang mendorong mereka berani mengkhatamkan diri  pake cara itu..brutal. Pastinya berbekal tujuan absurd yang cuma menguntungkan golongan tertentu dengan orang lain sebagai umpannya. Tapi gue yakin mereka (pelaku) bertindak secara ‘ga sadar’ nalarnya ‘ngambang’ karna bunuh diri nyeremin, nakutin, nyakitin. i don’t know wht the actual reason is pastinya mereka si pelaku udah nggak kuasa nahan banyak persoalan yang bikin sirkulasi darahnya ruwet sampe lepas kendali.

Kemungkinan aspek yang menghendaki kejadian ini banyak guys, faktornya bisa dari internal ataupun eksternal. Penyakit mental atau tindakan impulsif juga worth it dijadiin aspek yang ngundang pikiran mereka untuk mengakhiri semuanya dengan to the point. Gue yakin angannya nggak neko, mereka  cuma mau rasa sakitnya berakhir, not their lives at all.

Menurut gue sebuah pertanyaan ‘Kenapa seseorang bersedia menjadi tokoh aksi bom bunuh diri?’ adalah brainwashing jawabannya atau cuci otak yang cara kerjanya dengan merelokasi cara berpikir pelaku (korban) yang bikin keliru output sehingga ada kekacauan di sikap, keyakinan dan perilaku.

Umumnya yang sering menjadi korban adalah orang yang otak kanan nya lebih dominan dibanding otak kiri. Sebab otak kanan lebih memprioritaskan emosi ketimbang logika. Tapi agen dibalik pelaku bom bunuh diri juga nggak bodoh, ga pandang golongan otak sebelah mana mereka pasok ketakutan atau ancaman yang besar supaya mentalnya si korban mengkerut jadi otak kiri mereka melemah dan nggak kuasa lagi berfikir objektif sampai mampu menjadikan tindakan tersebut menjadi jalan tol menuju surga. Semakin banyak yang tewas maka pahala yang didapat semakin banyak pula. Ini jelas-jelas mental yang salah!

Didalam ajaran agama gue kita ga diajarin buat membunuh. Bahkan Rasul sangat beradab saat berperang melawan musuh. Ga boleh menyakiti anak2 ataupun wanita, ga boleh menghancurkan tempat ibadah, ga boleh merusak pepohonan, ga boleh mencuri harta dst. Jadi gue sangat menolak keras jika ajaran Islam dijadiin sebuah filsafat mereka ngelakuin itu. They wear moslem attribute. We do agree that never judge anyone by its cover. Even they are not wearing clothes we will not judge  any belief. Jika mereka kami klaim sebagai manusia yang senang berpakaian ‘kurang’ di TV dan melakukan adegan asusila untuk umum, Do we state their belief teach them? Terribly not.

 

Pada akhirnya, banyak banget hal yang bisa kita telusuri mereka benar atau salah lewat logika simpel kita. if you are human who really expect a gospel truth just give your brain minutes to think about. dont let your external influences you. Even [if i’m not mistaken] 80% of mind is fulfilled by external but u are able to make remains stronger.

So, pikirkan baik-baik bahwa niat sejati agen pelaku menghendaki kejadian ini adalah menyampaikan pesan terselubung agar persatuan kita meretak. Lewat clue nya dalam bentuk atribut akidah supaya setiap kita berhak menghakimi suatu kelompok atas landasan ancaman. At the end, gue cuma mau bilang mari bersama-sama berfikir lebih clear atas setiap persoalan yang menggrogoti kerukunan negeri kita Indonesia, jangan saling tunjuk ataupun men-judge terutama pelaku yang sebenarnya adalah korban. Perangi aksinya bukan orangnya. Bhinneka Tunggal Ika adalah kekuatan kita. Mari kita tunjukkan! #kamitidaktakut

Minggu, 13 Mei 2018

3 Hari Penuh Semangat di Awal Mei 2018


Sejak awal april hingga september 2018 saya melabel era ini sebagai Jobless Period atau masa-masa ga ada kerjaan, ga ada pemasukan #ngenez doesn’t mean nothing to do at all. Kenapa saya menamakan seperti itu karna saya baru saja melangsungkan keputusan yang cukup besar. Melawan berbagai pertentangan demi sebuah tujuan. Dampaknya adalah tidak bekerja untuk beberapa bulan. Cause my way is always be mine not theirs. Kelihatannya saya lebih berdaya menghadapi ‘kesulitan’ tapi saya tahu arah dibanding hidup ‘mudah’ tapi tidak tahu mesti kemana. As i actually know life will never be easy. So yang tepat mungkin menjalani kehidupan yang saya tahu path nya  kemana. 

Atas fase ini saya giat me-maintain diri saya termasuk membentengi kehendak agar tidak oleng ke haluan yang lain. As we know there is a will there is always a way. Suatu hari salah seorang teman men-share sebuah event yang bertema 1.000 Orang Kebelet Hidup!  dengan schedule didalamnya yang cukup padat. Yakni selama 3 hari dimulai dari jam 09.00 hingga jam 21.00, The Good News is Free. Tidak banyak kalam saya segera register diri saya. it’s actually still located in Jakarta. but i don’t know where the address is.

Kebetulan hari pertama adalah hari libur jadi saya punya ‘room’ untuk trial and error cari alamat untuk tiba di venue on time. Dan benar sekali yha life will never be easy. Ketika kamu diberikan tuhan sedikit celah atas usahamu, Dia masih akan menguji kamu dengan kesulitan yang lain. You know what i’m talking :///. Kala itu saya naik motor dengan bantuan Waze and it is coming. Saya diantarkan oleh Waze ke jalan tol, dimana tidak mungkin pengendara motor masuk kedalamnya yang membuat saya akhirnya memutar jalan yang cukup jauh. Kemudian saya ikuti kembali navigasi dari Waze dan masih berpangku pada tujuan yang sama untuk memastikan apakah benar  hanya jalan tol atau ada celah jalan untuk pengendara motor kebetulan memang di titik saya mesti belok ada banyak cabang jalan. Akhirnya saya tahu ternyata Waze memang mengantarkan saya masuk ke jalan tol. Waze made my day #hiks.  Kemudian saya hening beberapa menit di depan sebuah mall saat itu masih cukup pagi jadi saya kesulitan bertanya. Sempat terlintas untuk kembali ke rumah karna cukup sulit pergi ke tujuan yang cukup jauh dengan tangan kanan memegang stir motor dan tangan kiri memegang Handphone. Remember! Life is always be hard. Akhirnya saya putuskan untuk menggunakan Maps  mengantarkan saya ke tempat tujuan. Alhamdulilah Maps knows me so well. Dia menunjukan jalan lain hingga saya berhasil tiba di tempat tujuan. 



Hari pertama saya merasa awkarin.. eh maksudnya awkward. Karna saya belum kenal orang-orang disana. Kita tahu bahwa acara bertajuk training motivasi tidak mungkin hanya duduk manis sambil nulis sampai acara selesai. (Kalo seminar mungkin iya) So disana kami diberikan ruang untuk gerak2, joget dan ketawa-tiwi. Mencurahkan segala bentuk semangat dari dalam tubuh untuk di kucurkan ke orang lain. Masih agak awkward karna saya masih jaim #ahay. Kebanyakan dari mereka datang dengan beberapa teman jadi mereka ngobrol masing-masing. Saya sulit bertingkah konyol didepan orang asing alias malu. Selama training berlangsung kami hanya disediakan buku training. Jadi lainnya rogoh saku sendiri L bagi saya pengeluarannya cukup besar karna perlu parkir dan isi perut biar mangats kakaaa~. as i told before saya sedang tidak ada pemasukan kemungkinan selama 6 bulan kedepan mungkin lebih. “So i have to save my life properly” bisik suara hati.

Keesokan hari  tiba, saya bangun tidur sekitar jam 05.00 Pagi. Lagi-lagi terpikirkan untuk  mendekam dirumah saja wa’. Karna hari kedua bukan hari libur seperti kemarin. Jalan sudah pasti dipenuhi kendaraan yang bisa jadi buat saya stuck beberapa jam. Sulit dibayangkan.. Diam dijalan selama beberapa jam dengan pose tangan kanan untuk stir dan tangan kiri pegang maps. Walaupun tidak sesering kemarin but i am sure it will be painful. Dan saya juga akan awkward kembali disana hingga jam 21.00  dengan pengeluaran besar juga. It will be perfectly painful. Tapi satu hal yang membekas kuad di ingatan saya #ea saat hari pertama kami diminta untuk menaikkan standar kami, maksud dari standar adalah garis kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari yang menentukan kamu layak menjadi orang yang lebih baik atau tidak. Kami diminta untuk tidak mengenal lelah kecuali benar-benar lelah. Kami tidak boleh mengistirahatkan lelah, kami harus menaklukan lelah. Lalu dengan merenung sedikit saya putuskan untuk melanjutkan hari kedua dengan mengevaluasi hari kemarin dan sedikit senam ala-ala selepas turun dari tempat tidur. Hal-hal kecil mulai saya perhatikan seperti membawa snack dari rumah dan mengajak salah seorang teman (peserta juga) pergi bareng agar dia bisa bantu saya menggunakan maps.  Setelah kita ketemuan di suatu tempat dan menuju lokasi ternyata taraaa~ kondisi jalan tidak seperti yang dibayangkan kemarin. Jalan cukup renggang.. hanya sedikit tersendat. Karna Jakarta bisa sepi hanya saat libur lebaran. Jadi boleh dibilang hari itu masih wajar.

Ketika tiba di lokasi saya merubah letak duduk saya agar bertemu orang baru. Tadi pagi saya sudah niatkan kepada diri saya sendiri bahwa hari kedua harus lebih baik, harus bisa saya nikmati. Ikrar ini  saya wujudkan dengan inisiatif banyak ngobrol dengan orang baru yang tidak saya sangka ternyata mereka sangat menyenangkan, no jaim, proaktif, banyak kesamaan tujuan. Ternyata benar, kata orang musuh terbesar kita itu pikiran kita sendiri, jadi kalo pikiran mulai negatif sedikit coba lawan deh.


Semakin kami saling kenal mereka semakin mendukung. Para peserta serasa mengeluarkan ‘asap’ yang membentuk aura positif. Apalagi bintang tamunya sangat menginspirasi. Mereka Irfan Amalee (pendiri Peace Generation), Najeela Shihab (inisiator Pesta Pendidikan), Alfatih Timur (pendiri Kitabisa.com), Pidi Baqi (Penulis Novel Trilogi ‘Dilan’),tak lupa Ali Zaenal Abidin sebagai trainer kita (Pendiri i’m on my way)sekaligus penyelenggara kegiatan. Tak terasa hari kedua berhasil kami lewati dengan kesan yang sangat baik karna saya juga berhasil mengefisiensikan pengeluaran saya. Di hari ketiga kami di sajikan moment semacam meditasi, mengajak nurani kita berbicara dan belajar menghilangkan limiting belief. Limiting belief adalah suatu keyakinan sejak waktu yang sangat lama yang membuat kita terhalang untuk menjalani purposeful life biasanya digumpal dengan kenangan traumatis. Last day will always be priceless. Hari terakhir di warnai dengan tangisan dan perasaan bebas. Trainer kami Ali Zaenal Abidin memang sangat mumpuni ‘menghipnotis’ kami Rasanya seperti beban yang sering menyita energi hilang seketika. Tapi sepertinya pikiran itu akan kembali mengganggu jika kita tidak rutin bermeditasi secara berkala ‘because repetition is the mother of skills’. Jika sudah menjadi kebiasaan maka secara otomatis akan menjadi suatu keahlian. Praktik yang paling mudah adalah selalu berfikir positif.. Waktu pulang pun tiba para peserta mulai bersedih, kami harus meninggalkan ruangan yang didalamnya dipenuhi good people. Ruangan yang kami anggap sebagai tempat kami benar-benar merasakan diri kami yang sesungguhnya dengan teman-teman yang ‘sebenarnya’. Tak terkecuali saya yang mungkin akan menyesal jika saya memprioritaskan ego saya. But we must know. We can judge any moment either good or bad after passing them. My point is ‘passing’. After you pass the moment, it definetely appears 2 reactions. Good and bad. ‘passing’ keeps good and turns bad into experience that will evolve to be good. Good Learning. Either you like or not. It always be. So my formula is just pass all moment you live in, you are potential to be a good one. this doesn’t make any sense for loser. Keep improving your day.

  
Kami yang mampu menyelesaikan kegiatan penuh selama tiga hari, secara otomatis terdaftar ke dalam komunitas Purposeful People Community yang mana Alfatih Timur, Irfan Amalee dan Najeela Shihab termasuk didalamnya. Thankyou I’m On My Way, what lucky i am J